Jilbab tak membuatnya 'terkekang'
oleh keadaan, justru ia sukses karenanya. Kini, bersama komunitasnya,
anak Ida Royani ini ingin mengembangkan busana muslim sebagai ikon baru
dunia fashion...
Hijabers Community (HC) memang baru berdiri pada November 2010, namun mengenai jumlah anggota jangan ditanya. Komunitas ini memiliki ribuan anggota, bahkan sudah mencapai sekitar 7000 orang di seluruh Indonesia. Dengan jumlah sebesar itu, HC ingin melebarkan sayap sampai ke luar negeri.
"Sebagai ketua, Insya Allah saya ingin mengembangkan HC tidak di Indonesia saja. Melainkan sampai ke luar negeri," ujar Ketua Hijabers Community, Nanida Jenahara atau akrab disapa Jehan kepada TNOL.
Untuk menggapai hal tersebut, beberapa langkah telah dilakukan agar impian tersebut terwujud. "Sebelum ke luar negeri, kita kita akan kuatkan dulu didalam," ucapnya.
Maklum, HC terbentuk dari orang-orang yang menonton fashion show. Mereka melihat pertunjukan fashion, karena beberapa teman mereka menjadi salah satu desainer pakaian yang akan ditampilkan.
Nah, agar tidak dicap sebagai sosialita jilbab, mereka pun memutuskan membentuk HC. Di HC mereka mengadakan pengajian, lalu melakukan kegiatan sosial dan para anggotanya bisa saling sharing mengenai berbagai hal. Hasilnya, banyak orang yang pro terhadap mereka lantaran sangat jarang sekali kegiatan itu dilakukan, terlebih oleh anak-anak muda.
Jehan sendiri memakai jilbab sejak kecil atau sebelum bergabung dengan HC. Dia memakai jilbab karena sudah jalan hidupnya. Terlebih dia lahir dari pasangan muslim, Keenan Nasution dan Ida Royani. Jehan ditunjuk menjadi ketua HC melalui rapat. Dalam menjalankan tugas, istri dari Ari Galih Gumilang ini dibantu oleh para anggotanya.
"Kita saling gotong royong," jelas ibu dari Rosemary Malika Zuri yang berusia tiga tahun ini mantap.
Mewarisi Ida Royani
Maklum sejak usia empat tahun ia sudah diperkenalkan Ida Royani terkait berbagai macam bahan. "Dari sana saya mulai bercita-cita menjadi desainer," imbuh Jehan.
Demi mewujudkan cita-citanya, ia mengambil kursus di Pattern Design Esmod, lalu menimba ilmu di Susan Budihardjo Fashion Design School.
Berbekal pendidikan serta belajar dari sang Bunda, Jehan bersama dua orang temannya memberanikan diri membuat pakaian ready to wear. Namun tak berlangsung lama lantaran ia lebih ‘sreg’ mendesain pakaian muslim. Jehan pun memantapkan diri menjadi salah satu desainer pakaian tersebut dengan menggunakan merek Jehanara.
Bahan yang kerap Jehan gunakan adalah kaos atau katun lantaran sejuk digunakan. Harga pakaian buatan Jehan sekitar Rp 150-900 ribu. Selain pakaian, Jehan membuat rok pula. Harga berkisar ratusan ribu, namun tidak mengecewakan pembeli. "Karena bahannya bagus, buatnya juga susah," ucap Jehan sembari tersenyum.
Berhubung Jehan mempunyai merk sendiri, ia memperkerjakan tukang jahit khusus. Baginya, pakaian bagus bila jahitannya rapi. Cara seperti itu diperolehnya dari sang bunda. "Patokan pakaian, ya pada jahitan. Kalau di luar bagus, tapi jahitan di dalamnya jelek sangat disayangkan. Apalagi bila harganya mahal," ucap Jehan.
Untuk itu, Jehan sangat memperhatikan jahitan pakaian-pakaiannya. Ia pun akan detail memeriksa. "Sebab, saya sangat mengedepankan kualitas," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar